Surat 1

Sani,

Apa kabar? Maafkan, aku lupa beberapa bulan ini tak menyuratimu.
Benar, selalu ada youtube untuk mengulang kisah-kisah yang terlewatkan. Hanya, tak ada satu pun kisah di sana yang bisa kujamah untuk mengetahui kisahmu yang kulewatkan. Kamu tentu paham, bagaimana kerinduan ini semakin membatu. Sayangnya, aku bukan seorang yang pandai mengumbar kerinduan. Maka, kepada angin aku titipkan baris-baris puisi kerinduan ini padamu. Entah, ia akan membawanya padamu, atau tersesat pada lelaki lain.

Tentang jarak, katamu ia terlalu keji memaksakan kita untuk berpisah. Memang, jarak dan waktu selalu menjadi dua musuh besar yang susah kita kalahkan, bukan? Aih, buat apa kita mengutuki jarak dan waktu, toh katamu, aku menyatu di antara desah nafasmu. Terlalu dekat.

Sesiang ini kamu sedang apa di sana?
Ah, aku lupa, siang adalah raja bagi hidupmu. Tentu tak ada ruang yang bisa kamu reka untuk kusisipi. Sebenarnya aku juga membenci siang. Ia selalu membuat penantianku terasa begitu panjang, kering dan melelahkan. Kamu tahu kan? Berapa siang yang sudah kuhabiskan bersama lelahku menantimu datang.

Jika hari ini kamu rasai angin bertiup begitu kencang, mungkin ia mulai beramarah. Tentu saja aku paham, terlalu berat membawa baris-baris puisi kerinduan yang setiap hari aku titipkan. Bisa jadi ia marah, karena tak jua kunjung mendapatimu.

Maafkan aku karena terlalu merinduimu. Aku teramat menginginkan angin segera kembali ke sini, membawa kabar bahwa, di sana kamu pun merindui aku.

Atau, jangan-jangan kamu dan angin bersekongkol membuatku semakin lapuk menumpuk rindu? Biarlah. Aku lebih percaya, kerinduan ini tak akan pernah membuat cinta kita menjadi semu.

Hati-hati ya di sana. Kutunggu kepulanganmu, segera.

Dari yang mencintaimu,

Pos ini dipublikasikan di Tidak Dikategorikan. Tandai permalink.

1 responses to “Surat 1

Tinggalkan komentar